Minggu, 10 Februari 2013

Wajah Beberapa Petinggi Negeri


Matahari pagi menyorot masuk dari sela-sela jendela kamarnya yang tak tertutup gorden. Membangunkan Raka, dari perjalanan singkat semalam kealam mimpinya. Perlahan matanya terbuka, serot tajam cahaya matahari, serasa tak mampu ia tepis sampai bisa menguncang kesadarannya. Setelah matanya terbuka sepenuhnya. Dari posisi tidur, tubuhnya ia paksa agar bisa terduduk. Hanya duduk diatas tempat tidurnya. Tak bergerak, atau berucap sepatah katapun. Seakan sedang mengumpulkan nyawanya, yang semalaman sempat tak sadarkan.
            Ruangan dengan berpendingin ruangan, juga kasur yang empuk, serta banyak furniture bermerk. Komponen dari kamarnya. Sebagai seorang anggota dewan, plus masih bujangan. Raka bisa dengan sangat mudah mengeluarkan uang untuk segala yang dibutuhkannya, yang diinginkannya. Masih asik mengumpulkan nyawa diatas kasurnya, mendadak Raka teringat sebuah janji pentingnya dengan beberapa orang beposisi penting di negeri ini. Cepat ia melangkah kedalam kamar mandi, bisa kacau semua yang ia rencanakan bila datang tak tepat  pada waktunya.
            Mandi, telah selesai. Dengan pakaian yang modis, dinamis, seperti kebanyakan anggota dewan yang lainnya. Raka siap pergi ketempat pertemuan, siap menantang dunia di hari ini. Sejenak berkaca di cermin kamarnya, tak terlalu sulit rasanya untuk mengatakan. Bahwa Raka memang menawan, selain sedikit tonjolan dibawah mata yang berwarna gelap. Tak ada hal lain, yang dapat membuat tampilannya jadi kurang menarik. Lagi pula tonjolan dibawah kelopak matanya itu, karena kurang tidur. Dengan tidur yang cukup di ruang rapat anggota dewan, atau nanti malam. Esok hari bekas seperti itu sudah pasti hilang dari wajahnya. Kalau tak hilang juga tinggal perawatan, apa susahnya? Aku seorang anggota dewan, lajang, dengan jumlah tabungan, juga uang yang tak sedikit jumlahnya. Apa susahnya? Pikirnya.
            Mobil BMW berwarna hitam, menyapu jalanan ibu kota. Kecepatan sedang, dipacu Raka menuju tempat pertemuannya. Sesekali dilihatnya jam tangan bermerek yang melingkari pergelangan tangan kanannya. Masih cukup waktu untuk bisa sampai ditujuannya. Pertemuannya itu dijadwalkan jam 9, sedangkan sekarang baru jam 8. Kemacetan ibu kota, tak bisa membuatnya terlambat sampai ditujuan.
***
            Sampai disebuah bangunan tinggi menjulang, Raka memarkirkan mobilnya. Langkahnya berirama, seakan sedang berdansa dengan detak setiap detik yang tersuar dari jam tangan dipergelangan tangannya. Lift yang berada tepat disebelah parkiran, ia masuki. Disana beberapa wanita muda, dengan rok mini yang mendaki tinggi sudah lebih dulu berada didalamnya. Rok mereka bak bendera di tengah upacara senin pagi sedang dikerek naik oleh anggota paskibra. Sempat terlintas dalam benak Raka, bagaimana kalau rok mini itu sengaja ia angkat seperti biasa ia lakukan dengan semua wanita cantik yang pernah dijamahnya. Dan pikiran itu lenyap, saat wanita-wanita berok mini itu tersenyum kearahnya. Raka membalas senyum mereka, lewat kewibawaan yang ia punya.
            Ruangan yang sedang ditujunya, sudah biasa ia datangi. Di sepanjang langkahnya keruangan tersebut, orang-orang di sepanjang jalan. Menggangukan kepala mereka, lalu tersenyum. Raka membalas semaunya, wajahnya mendadak jadi dingin. Pikiran kotor yang sempat tersemat dalam benaknya sewaktu di lift, sudah ia hilangkan. Sekarang pikirannya harus fokus pada urusan, yang akan ia bicarakan dengan beberapa orang berposisi tinggi di negeri ini.
            Sampai diruangan, orang-orang penting itu sudah datang duluan. Ia umbar senyumnya, keseisi ruangan. Mereka yang telah hadir duluan, membalas senyuman Raka dengan antusias. Bagaimana tidak, ia adalah otak, sekaligus yang berwenang dalam urusan yang akan dibicarakan.
            “Wali menteri belum datang?” tanya Raka saat ia tidak melihat orang paling penting di negeri ini, berada didalam ruangan itu.
            “Tidak.” Seorang wanita cantik, juga mengenakan rok mini menjawab pelan.
            “Apa Wali Negeri sakit?”
            “Tidak. Hanya saja, Wali Negeri merasa akan terlalu mencolok bila beliau hadir juga dalam pertemuan ini. Pantauan pihak-pihak pemberantas korupsi sedang gencar-gencarnya. Akan sangat berbahaya bila Wali Negeri sebagai Dewan Pembina partai ikut hadir juga.” Jelas wanita tadi melanjutkan bicaranya.
            Semua orang yang sudah berkumpul, duduk disebuah bangku dengan meja bundar yang cukup besar. Beberapa wanita, dengan rok mini datang menyuguhkan minuman dimeja satu persatu hadirin yang datang. Rapat ini rapat orang penting. Bisa dilihat dari semua yang hadir, beberapa anggota dewan, dan tak lupa beberapa menteri kabinet yang baru saja dibentuk oleh Wali Negeri. Mereka semua adalah para anggota dari partai pemenang pemilu, sehingga cukuplah rasanya dikatakan kalau rapat ini bertaraf sangat penting, dan diisi oleh orang-orang penting.
            “Jadi bagaimana perkembangan proyek ini?” ketua para anggota dewan bertanya pada semua anggota partai yang hadir, yang terdiri dari beberapa anggota dewan, juga menteri itu.
            “Proyek ini rencananya senilai 500 miliyar. Setelah beberapa bawahan saya, melakukan survei. Kita bisa memanipulasi biaya semuanya, sampai menjadi 3 triliunan.” Ulas Raka sebagai orang paling berwenang dengan proyek yang dibicarakan.
            “Apa nggak bisa digedein lagi?”
            “Nggak bisa, kalau lebih dari 3 triliunan. Pengawas pemberantasan korupsi bakalan curiga, tentunya partai kita terancam bila itu sampai terjadi.” Jelas Raka mengeluarkan alasan.
            “Persentase pembagiannya bagaimana?”
            “Seperti biasa. Seperti waktu proyek pengadaan sarana olahraga itu.” Biarpun terbilang muda, dan belum lama jadi anggota dewan. Pikiran Raka terkadang, lebih licin, licik, dan briliant dari para seniornya yang telah lebih dulu berada di jajaran anggota dewan. “Nanti setelah semua anggaran cair, saya akan menyuruh orang saya untuk mengantarkan komisi masing-masing ke rumah. Tapi semuanya harus berusaha sekuat tenaga, agar proyek ini benar-benar teralisasi. Agar proyek ini bisa disetujui.” Lanjut Raka lalu tersenyum.
            “Pasti.” Ucap para anggota rapat, yang terdiri dari para Menteri, dan beberapa anggota dewan itu bersamaan.
            “Lumayankan buat tambahan.” Suara anggota rapat yang lainnya, bernada bercanda. Membuat senyum tersembul dari para anggota rapat.
***
            Proyek yang direncakan oleh beberapa anggota partai pemenang pemilu, yang terdiri dari para anggota dewan juga para menteri itu. Akhirnya disetujui. Banyak usaha yang mereka lakukan, dari mulai lobi-lobi politik. Maupun memberikan pelicin kepada pihak-pihak berwenang, guna menyukseskan pengelembungan anggaran yang telah mereka rencanakan.
            Dan orang yang berada dibelakang itu semua, tokoh intelektual yang bergumul dalam lumpur borok korupsi itu adalah Raka Ananda. Maka tak berlebihan rasanya, beberapa anggota partai pemenang pemilu, yang terdiri dari beberapa menteri juga anggota dewan itu. Membuatkan pesta keberhasilan atas usaha Raka ini.
            Ruang rapat partai, yang berada disalah satu lantai sebuah gedung tinggi menjulang di ibu kota itu. Berhasil disulap jadi tempat asik buat hang out beberapa anggota partai, yang terdiri dari beberapa menteri juga para anggota dewan itu. Lengkap dengan beberapa wanita  cantik mengenakan rok mini hadir diantara mereka.
            Semua hiruk pikuk itu berjalan riuh. Hingga terdengar tubuh seseorang yang terjatuh ke lantai. Bunyinya tak begitu keras, tapi cukup memberi goncangan di seisi ruangan. Mengakibatkan orang mulai bergerak mendekati kearah sumber suara. Mereka yang adalah beberapa anggota partai, yang terdiri dari menteri, juga beberapa anggota dewan. Mengerumuni sesosok tubuh yang tergulai lemas dilantai barusan dengan wajah panik. Karena setelah diperhatikan dengan seksama. Tubuh itu tak bernafas, tubuh itu tak bergerak sedikitpun.
            Yanti, sang sekertaris dari tubuh yang tergulai lemas di lantai. Merasa kepanikan lebih dari pada apa yang dirasa oleh orang-orang lainnya. “Sayang… bangun sayang. Kamu kenapa?” tak bisa ia sembunyikan mimik wajah paniknya. Terus ia guncang-guncangkan tubuh yang dirasanya sudah tak bernafas tadi. Berharap tubuh orang itu hanya pingsan karena keletihan, karena mengurus proyek yang digadang-gadang bernilai triliunan. Berharap sang ayah dari jabang bayi yang tengah ia kandung itu, menepati janji untuk segera menikahinya. Ketika komisi dari proyek yang sedang ia kerjakan, telah diterimanya.
            “Pak Raka… bangun pak Raka.”
“Cepat bawa pak Raka kerumah sakit!” beberapa koleganya berteriak panik. Entah panik karena kondisi Raka yang tak sadarkan diri, atau panik karena bayangan tak jadi menikmati hasil korupsi? Entahlah.
           
  
Bandung, 1 September 2012
  
















Tidak ada komentar:

Posting Komentar