Senin, 18 Februari 2013

Kerontokan



Belakangan ini, rambutku sering mengalami kerontokan. Entah karena salah shampoo, atau karena memang faktor umur yang makin hari makin lanjut yang menjadi alasan itu terjadi. Pokonya rambut yang tergulai lemas di bantal sewaktu aku baru bangun tidur, adalah saksi-saksi bisu ada hal yang tak wajar sedang terjadi pada diriku. Rambut itu rontok helai demi helai. Makin lama rambutku yang rontok makin banyak saja.
            Aku tanya pada teman kantor, apa yang biasanya menyebabkan kerontokan pada rambut. Tapi analisis, serta hipotesis mengenai penyebab kerontokan rambut yang mereka utarakan, ternyata hampir sama dengan dugaanku sebelumnya. “Salah shampo kali Ndah?” Ucap salah satu rekan kerjaku, sambil mempraktekan gaya seorang model yang sedang keramas di iklan-iklan produk shampo.
Beberapa teman kantor yang ikut MLM (Multi Level Marketing), berlomba satu sama lain. Untuk menjual produknya padaku. Untuk menghalangi kebotakan, jadi apa boleh buat. Akhirnya ku beli juga beberapa produk kesehatan rambut yang mereka tawarkan. Ada yang dipakai setelah keramas, ada yang dipakai sebelum keramas, ada yang diminum sebelum tidur, apabila itu obat. Ada yang dimakan sebelum dan sesudah makan. “Macam obat maag saja.” Kataku.
Aku pilih produk yang ditawarkan Iwan, salah satu dari teman kantorku yang ikut MLM. Beberapa hari memakai, produk yang ditawarkannya. Kerontokan rambutku berangsur-angsur berkurang. Tapi saat aku telat, atau malah lupa memakai, atau memakan produk itu. Helaian rambutku jatuh lemas, mereka telah kembali menjadi korban di atas bantal tidur. Malah jumlahnya bisa jadi lebih banyak dari sebelum aku memakai produk-produk itu. Karena alasan itu lah, aku memutuskan bertanya kepada Iwan. Kepada orang yang telah menjual produknya padaku.
“Wan, gimana nih? Produk kamu, giliran aku lupa pakai. Kok rontoknya lebih banyak?” Iwan tersenyum, dan menjawab pertanyaanku dengan tenang.
“Itu wajar Ndah, orang namanya juga obat. Kamu nggak teratur memakainya, kamu akan sakit lagi. Kamu harus minum obat, dan jangan sekalipun melewatkan perawatan rambutnya sesuai anjuranku. Aku yakin rambut kamu yang hitam, panjang, dan indah itu akan kembali seperti semula. Dan aku jamin 100% nggak bakalan ada lagi rambut rontok dalam kehidupanmu.” Jawaban seorang sales, aku dengar dari Iwan rekan kantorku.
“Tapi mau sampai kapan Wan? Kan aku juga tidak bisa terus bergantung pada perawatan dan obat-obat ini?”
“Kurang lebih sebulan. Aku jamin rambut kamu bakalan berhenti rontok.”
“Serius?”
“Aku serius kalo masalah ngejawab, apalagi ngejual sama nawarin produk yang ada padaku?”
“Maksudnya serius rambutku bakalan berhenti rontok dalam sebulan?”
“Aku yakin 100% untuk itu.”
“Nggak ada diskon ya?” Iwan menganggukan kepalanya, tanda mengiyakan ucapanku. Aku berlalu kearah meja kerjaku, untuk melakukan rutinitas harianku sebagai seorang sekertaris.
***
            Minggu pertama, hasil menjanjikan berhasil ku raih. Rambutku berhenti rontok, dan saat ku coba buat iseng-iseng berhenti memakai produk dari Iwan. Tak ada masalah yang nampak, rambutku masih normal dan tak ada kerontokan yang terjadi. Aku senang bukan kepalang karenannya. Tapi karena Iwan bilang baru akan sembuh setelah sebulan pemakaian, aku masih terus menggunakan produk perawatan rambut itu, dan meminum obat penunjangnya secara teratur.
            Teman-teman kantorku yang adalah anggota MLM lain, mulai menawariku untuk membeli produk kesehatan rambut yang mereka tawarkan, apabila produk Iwan tidak menawarkan hasil yang memuaskan.
“Ndah, produk yang kamu beli dari Iwan minggu kemarin gimana hasilnya?”
“Bagus, aku puas.” Ucapku sambil menganggukan kepala untuk menjawab pertanyaan mereka. Merasa sepertinya tidak akan berhasil menjual produknya padaku. Mereka pergi meninggalkan ruangan kerjaku.
            Aku menjawab sesuai yang ku alami, dan apa yang terjadi dengan rambutku. Sejauh ini, produk yang ditawarkan Iwan telah berhasil menjegah, dan mengurangi kerontokan rambutku yang beberapa minggu kebelakang memang jadi masalah akut untukku. Rambut bagi seorang wanita, orang bilang adalah mahkotanya. Dan mahkotaku sekarang-sekarang sudah tidak rontok lagi.
“Wan makasih ya.” Iwan menatapku lekat, kemudian terbesit senyum aneh dari bibirnya.
“Ehm, bayarnya jangan cuman pake makasih doang dong Ndah?”
“Terus apaan?”
“Mau jadi pacarku nggak? Aku lagi jomblo?” Ucap Iwan, sedikit nyengir. Dengan senyum yang penuh maksud.
“Aku pikir-pikir dulu ya Wan, kalo udah nggak ada cowok lain di bumi ini. Aku baru mau pikirin peluang kamu buat jadi pacarku, gimana? Okeh?” Aku meninggalkan ruang kerja Iwan, dengan ekspresi wajah murung dari Iwan.
***
            Seperti biasanya, jam lima pagi aku bangun dari perjalanan mimpi ku. Tujuan pertama solat subuh, dan tujuan kedua adalah mandi, ketiga dandan, keempat pergi ke kantor. Perjalanan yang macet, membuat pegawai swasta seperti aku ini harus siap sebelum jam macet menjelang. Apalagi ini hari senin, awal dari kegiatan banyak orang di minggu ini. Dan aku tidak tau mengapa, semua orang seakan memiliki pikiran yang sama pada saat hari Senin mulai menjelang. Pikiran untuk males-malesan.
            Kagetku tak terkira, bagaimana bisa semua ini terjadi? Sudah ada dua minggu semua serasa berjalan sesuai harapan. Tapi mengapa di minggu ketiga, di awal minggu ketiga lebih tepatnya. Masalah muncul, dan tak terkira akan bisa seheboh ini. Rambutku, mahkotaku yang beberapa minggu kebelakang  sudah mulai indah kembali, karena kerontokannya berangsur-angsur berhenti. Mengapa hari ini, rontok lagi?. Jumlah kerontokan memang tak sebanyak yang pernah aku alami, tapi mengapa sekarang bisa rontok lagi?. Padahal sempat kupikir masalah kerontokan ini tak akan pernah singgah lagi dalam hidupku. Tak rela aku melihat helaian rambut-rambutku yang tergulai lemas di atas bantalku. Sungguh tak rela aku melihatnya.
            Aku percepat semua persiapan kepergianku kekantor. Mandiku, tidak selama biasanya. Dandan pun hanya ala kadarnya. Yang jelas saat ini aku ingin cepat-cepat bertemu dengan seseorang yang sudah membohongiku. Teman sekantorku yang telah menjual produk buruk kepada konsumen, akan ku adukan dia beserta produk kesehatan rambutnya kepada YLKI. Biar tau rasa mereka. Rambutku ini bukan anak bayi yang mau saja minum susu formula berbahaya. Rambutku ini mau minum nutrisi yang baik untuk kesehatannya, bukan perusak dari dalam dan membuat buruk rupanya.
***
“Wan?.” Bentakku setibanya aku di hadapannya. Emosiku menuncak karena dua hal. Tuduhan karena dia telah membohongiku, dan karena kemacetan yang sepertinya tidak pernah ada solusi kongrit dari siapapun pemimpin kotanya.
“Ada apa Ndah?” Tanyanya gelagapan.
“Ini barang kamu jelek. Masa kemarin rambutku udah berhenti rontok, hari ini harus rontok lagi?” Iwan seperti berfikir, keningnya berkerut, matanya fokus. Tindak tanduknya ini seperti sedang berfikir keras, aku tidak tau dia sedang memikirkan penyebab mengapa kerontokan rambutku ini bisa terjadi, atau mencari alasan supaya dia bisa berkilah dari kesalahannya terhadap rambutku.
“Mungkinkah?” Sorak Iwan mengagetkan ku.
“Mungkin apaan Wan?”
“Mungkin rambutmu mengikuti musim Ndah?”
“Maksudnya?”
“Iya rambutmu mengikuti musim?”
“Aku nggak ngerti?” Ucapku sedikit emosi, karena jawaban bertele-tele dari Iwan.
“Iya aku yakin rambutmu mengikuti musim Ndah. Sekarangkan lagi musim kerontokannya malu, dan moral para pemimpin di Negeri ini? Jadi pikirku, rambutmu sedang berusaha mengambarkan keadaan yang ada di Negeri ini.” Benar saja, sebuah jawaban, entah alasan, tercetus mulus dari mulutnya Iwan. Aku yang sudah tak sudi melanjutkan pembicaraan pagi dengannya, memalingkan tubuh dan hendak ke ruang kantor. Tapi belum sampai pintu, suara Iwan memanggilku.
“Ndah… Ndah… Indah.”
“Apa?” Tanyaku tanpa membalikan badan, aku sudah malas menatap wajahnya.
“Gimana tawaranku tempo hari? Apa kamu berminat?”
“Nggak?” Teriakku berlalu.


Bandung, 1 April 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar