SURABAYA- Harapan memiliki rumah
mungil (di bawah tipe 36) di Surabaya bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah
(MBR) tetap hal yang mustahil. Sebab melihat harga tanah saat ini, paling
murah rumah tipe 21/60 pun masih seharga Rp 150 juta ke atas.
“Untuk satu meter harga tanah di
Surabaya sudah mencapai Rp 550 meter persegi. Jadi, di Surabaya sudah tidak ada
lagi harga tanah permeternya Rp 75 ribu,” kata , Soni Wibisono,owner PT Bumi
Kencana Sejahtera, Kamis (11/10) siang.
Sekadar diketahui Mahkamah
Konstitusi (MK) tanggal 3 Oktober 2012 membatalkan ketentuan Undang-Undang (UU)
Nomor 1 tahun 2011 tentang Perumahahan dan Permukiman pasal 22 ayat 3 yang
melarang luas rumah dibawah 36 m2. Artinya pengembang diperbolehkan membangun
tipe mungil mislanya 30,27 hingga 21. Harapannya, masyarakat bergaji Rp 1,5
juta/bulan pun bisa memiliki hunian.
Soni mengatakan, bisa dipastikan
harga rumah untuk tipe 21 dengan luas tanah 60 m2 paling murah masih sekitar Rp
150 juta. Namun, akan berbeda jika lokasi pembangunan rumah mungil tersebut di
kawasan Surabaya bagian tengah. “Surabaya pusat tambah menggila. Untuk
permeternya bisa menyentuh Rp 1,5 juta/m2. Kalau dikonversikan dengan harga
bangunan dalam bentuk rumah dengan tipe 21, harganya bisa mencapai Rp 500 juta
ke atas,” katanya.
Dengan demikian, anggap Soni,
Surabaya sulit mengembangkan bisnis properti murah bersubsidi. Apalagi
pemerintah mematok harga rumah bersubsidi hanya Rp 88 juta-Rp 145 juta/unit.
“Kalau mau normalnya, untuk harga subsidi rumah tipe 21 dengan luas tanah 60 m2,
bisa mencapai Rp 59 juta. Apakah itu masih mungkin di Surabaya? Saya pastikan
sudah tidak mungkin lagi,” ujarnya.
Sementara, Nurhadi, Ketua Asosiasi
Pengembang Perumahan Dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Jatim menyatakan
untuk wilayah provinsi Jatim, harga rumah yang ditetapkan pemerintah dengan
subsidinya sebesar Rp 88 juta dengan KPR Rp 75 juta dengan suku bunga 7,25%.
“Di Jabodetabek dan Kalimantan Rp 95 juta. Tapi, untuk tipe 21 atau dibawah
tipe 36 non-subsidi, bisa dikisaran Rp 1 miliar di Surabaya,” katanya.
Walhasil dipastikan juga backlog
(pasokan/kebutuhan hunian,Red) di Jatim akan terus menggunung. Wakil Ketua Real
Estat Indonesia (REI) Jawa Timur Nur Wakhid mengungkapkan bahwa backlog
perumahan Jatim di akhir 2012 ini malah naik dari posisi akhir 2011 yang
disebut oleh pemerintah provinsi Jatim sekitar 530 ribu. "Awal Juli
2012, realisasi Rumah Sederhana melalui KPR FLPP hanya sekitar seribu unit.
Padahal tahun sebelumnya, untuk periode enam bulan saja bisa mencapai delapan ribu
unit," ungkap dia. Sehingga dia memperkirakan hingga akhir 2012, realisasi
Rumah Sederhana di Jatim hanya 10 ribu unit.
Peluang di Surabaya Barat
Terpisah Kepala Bidang Fisik dan
Prasarana di Badan Perencanaan Pembangunan Kota (Bappeko) Dwijaya Wardhana
mengatakan, lahan kosong untuk dibangun rumah sederhana di kota Surabaya sudah
mendekati habis. Kalau pun masih ada hanya di kawasan Surabaya Barat, yakni di
kawasan Pakal, Sambikerep, Lakarsantri dan Benowo. Sedangkan di kawasan lain,
seperti di Surabaya timur, utara dan selatan sudah tidak ada lagi.
Saifudin Zuhri anggota komisi C PRD
Surabaya mengatakan, kondisi kota seperti sekarang dan prediksi kondisi
Surabaya ke depan ribuan warga kota Surabaya bakal terhimpit di kotanya
sendiri.
Bahkan, warga kota yang kini
menyandang predikat warga miskin (gakin), bakal semakin miskin. Itu karena luas
lahan kosong di kota ini semakin habis. “Kami melihat lahan kota di Surabaya
Barat, seperti di Benowo, Pakal, Sambikerep, Lakarsantri dan sekitar masih
banyak yang kosong. Tapi itu pun 70%-nya sudah dikusai pengembang besar yang
tentu pengembang rumah mewah bukan rumah sederhana untuk MBR,” katanya.
Menurutnya, saat ini di Surabaya ada
sekitar sekitar 85.000 kepala keluarga (KK) gakin.
Terpisah, pengamat properti Muhammad
Nawir menjelaskan, potensi pasar rumah di Indonesia saat ini masih sangat
besar. Melihat perbandingan harga rumah ukuran 36 m2 seharga Rp 80 juta dan
rumah kecil senilai Rp 60 juta, atau berbeda Rp 25 juta, masyarakat bawah kini
bisa kembali memiliki rumah. "Jika dulu harus membayar cicilan Rp800
ribu-850 ribu per bulan, kini cukup Rp 500 ribu per bulan," ujarnya.
Sumber:http://www.surabayapost.co.id/?mnu=berita&act=view&id=2756f00c7b6293ed91c8cbeea5c7f7e5&jenis=c81e728d9d4c2f636f067f89cc14862c
Tidak ada komentar:
Posting Komentar