Kamis, 11 Oktober 2012

Rumah Mungil Mustahil

SURABAYA- Harapan memiliki rumah mungil (di bawah tipe 36) di Surabaya bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) tetap hal yang mustahil. Sebab melihat harga tanah saat ini,  paling murah rumah tipe 21/60 pun masih seharga Rp 150 juta ke atas.
“Untuk satu meter harga tanah di Surabaya sudah mencapai Rp 550 meter persegi. Jadi, di Surabaya sudah tidak ada lagi harga tanah permeternya Rp 75 ribu,” kata , Soni Wibisono,owner PT Bumi Kencana Sejahtera, Kamis (11/10) siang.
Sekadar diketahui Mahkamah Konstitusi (MK) tanggal 3 Oktober 2012 membatalkan ketentuan Undang-Undang (UU) Nomor 1 tahun 2011 tentang Perumahahan dan Permukiman pasal 22 ayat 3 yang melarang luas rumah dibawah 36 m2. Artinya pengembang diperbolehkan membangun tipe mungil mislanya 30,27 hingga 21. Harapannya, masyarakat bergaji Rp 1,5 juta/bulan pun bisa memiliki hunian.
Soni mengatakan, bisa dipastikan harga rumah untuk tipe 21 dengan luas tanah 60 m2 paling murah masih sekitar Rp 150 juta. Namun, akan berbeda jika lokasi pembangunan rumah mungil tersebut di kawasan Surabaya bagian tengah. “Surabaya pusat tambah menggila. Untuk permeternya bisa menyentuh Rp 1,5 juta/m2. Kalau dikonversikan dengan harga bangunan dalam bentuk rumah dengan tipe 21, harganya bisa mencapai Rp 500 juta ke atas,” katanya.
Dengan demikian, anggap Soni, Surabaya sulit mengembangkan bisnis properti murah bersubsidi. Apalagi pemerintah mematok harga rumah bersubsidi hanya Rp 88 juta-Rp 145 juta/unit. “Kalau mau normalnya, untuk harga subsidi rumah tipe 21 dengan luas tanah 60 m2, bisa mencapai Rp 59 juta. Apakah itu masih mungkin di Surabaya? Saya pastikan sudah tidak mungkin lagi,” ujarnya.
Sementara, Nurhadi, Ketua Asosiasi Pengembang Perumahan Dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Jatim menyatakan untuk wilayah provinsi Jatim, harga rumah yang ditetapkan pemerintah dengan subsidinya sebesar Rp 88 juta dengan KPR Rp 75 juta dengan suku bunga 7,25%. “Di Jabodetabek dan Kalimantan Rp 95 juta. Tapi, untuk tipe 21 atau dibawah tipe 36 non-subsidi, bisa dikisaran Rp 1 miliar di Surabaya,” katanya.
Walhasil dipastikan juga backlog (pasokan/kebutuhan hunian,Red) di Jatim akan terus menggunung. Wakil Ketua Real Estat Indonesia (REI) Jawa Timur Nur Wakhid mengungkapkan bahwa backlog perumahan Jatim di akhir 2012 ini malah naik dari posisi akhir 2011 yang disebut oleh pemerintah provinsi Jatim sekitar 530 ribu.  "Awal Juli 2012, realisasi Rumah Sederhana melalui KPR FLPP hanya sekitar seribu unit. Padahal tahun sebelumnya, untuk periode enam bulan saja bisa mencapai delapan ribu unit," ungkap dia. Sehingga dia memperkirakan hingga akhir 2012, realisasi Rumah Sederhana di Jatim hanya 10 ribu unit.
Peluang di Surabaya Barat
Terpisah Kepala Bidang Fisik dan Prasarana di Badan Perencanaan Pembangunan Kota (Bappeko) Dwijaya Wardhana mengatakan, lahan kosong untuk dibangun rumah sederhana di kota Surabaya sudah mendekati habis. Kalau pun masih ada hanya di kawasan Surabaya Barat, yakni di kawasan Pakal, Sambikerep, Lakarsantri dan Benowo. Sedangkan di kawasan lain, seperti di Surabaya timur, utara dan selatan sudah tidak ada lagi.
Saifudin Zuhri anggota komisi C PRD Surabaya mengatakan, kondisi kota seperti sekarang dan prediksi kondisi Surabaya ke depan ribuan warga kota Surabaya bakal terhimpit di kotanya sendiri.
Bahkan, warga kota yang kini menyandang predikat warga miskin (gakin), bakal semakin miskin. Itu karena luas lahan kosong di kota ini semakin habis. “Kami melihat lahan kota di Surabaya Barat, seperti di Benowo, Pakal, Sambikerep, Lakarsantri dan sekitar masih banyak yang kosong. Tapi itu pun 70%-nya sudah dikusai pengembang besar yang tentu pengembang rumah mewah bukan rumah sederhana untuk MBR,” katanya.
Menurutnya, saat ini di Surabaya ada sekitar sekitar 85.000 kepala keluarga (KK) gakin.
Terpisah, pengamat properti Muhammad Nawir menjelaskan, potensi pasar rumah di Indonesia saat ini masih sangat besar. Melihat perbandingan harga rumah ukuran 36 m2 seharga Rp 80 juta dan rumah kecil senilai Rp 60 juta, atau berbeda Rp 25 juta, masyarakat bawah kini bisa kembali memiliki rumah.  "Jika dulu harus membayar cicilan Rp800 ribu-850 ribu per bulan, kini cukup Rp 500 ribu per bulan," ujarnya.
Sumber:http://www.surabayapost.co.id/?mnu=berita&act=view&id=2756f00c7b6293ed91c8cbeea5c7f7e5&jenis=c81e728d9d4c2f636f067f89cc14862c

Tidak ada komentar:

Posting Komentar