Ketika seseorang memutuskan untuk mengakhiri hidupnya sendiri, ternyata
ada yang berubah dalam otaknya. Sebuah senyawa kimia dalam otak dapat
menyebabkan peradangan ketika sedang depresi dan hal ini dapat
mengganggu pikiran dan mendorong seseorang untuk bunuh diri.
Menurut
penelitian baru, di dalam otak seseorang yang mati bunuh diri mengalami
peningkatan kadar asam quinolinic dalam cairan di sekitar sistem saraf
pusat. Penemuan ini dapat menjelaskan bahwa penyakit mental dapat
menyebabkan peradangan otak yang dapat memicu keinginan untuk menyudahi
hidupnya sendiri.
Sebelumnya, para ilmuwan telah mengaitkan
hubungan antara keinginan bunuh diri dengan jenis peradangan tubuh yang
terjadi karena stres atau selama sakit, tapi ilmuwan tidak mampu
menjelaskan bagaimana peradangan bisa menyebabkan depresi, putus asa,
dan keinginan untuk bunuh diri.
Faktor risiko bunuh diri cukup
rumit untuk dijabarkan. Brundin dan rekan-rekannya sebelumnya telah
menemukan bahwa pasien yang bunuh diri memiliki kadar sitokin yang
tinggi, yaitu molekul protein yang terkait dengan peradangan.
Peradangan adalah reaksi kekebalan tubuh jangka pendek yang terjadi
akibat luka atau infeksi yang dapat merusak tubuh jika telah kronis.
Studi
pada tikus juga menemukan bahwa sistem kekebalan tubuh yang terlalu
aktif tampaknya dikaitkan dengan depresi. Namun, para peneliti belum
dapat memahami bagaimana proses peradangan dapat mempengaruhi kesehatan
mental.
Penelitian terbaru dipimpin oleh peneliti Lena Brundin,
seorang profesor ilmu kedokteran molekuler di Michigan State
University, dan melibatkan 100 pasien di Swedia yang mengalami depresi.
Sekitar dua pertiga dari pasien yang terlibat dalam penelitian tersebut
telah manjalani rawat inap karena usaha bunuh diri.
Peneliti
menemukan bahwa semakin tinggi tingkat asam quinolinic dalam cairan
tulang belakang pasien, semakin kuat keinginannya untuk bunuh diri.
Asam quinolinic adalah suatu senyawa yang dihasilkan oleh peradangan
dan memiliki efek yang mirip dengan neurotransmitter glutamat di otak.
Secara
khusus, neurotransmitter glutamat mungkin dapat menawarkan jalan baru
untuk pengobatan terhadap depresi yang membuat seseorang ingin bunuh
diri. Sebuah penelitian kecil telah menyarankan agar menyuntikkan
ketamin ke dalam aliran darah untuk mencegah seseorang bunuh diri.
Ketamin ini memiliki efek anti-glutamat.
Brundin dan rekan-rekannya telah melaporkan hasil temuannya dalam jurnal Neuropsychopharmacology edisi bulan Desember.
sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar