Sebuah studi awal keamanan Microsoft menunjukkan bahwa 63% software
bajakan dijajakan di Asia Tenggara - baik melalui DVD atau terinstal
pada komputer dengan berisiko tinggi malware.
Dalam sebuah
pernyataan hari Kamis 20/12/2012, Redmond mengatakan tim keamanan
forensik telah bekerja pada 118 sampel perangkat lunak bajakan yang
dibeli dari reseller di Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand dan
Vietnam. Mereka menemukan sekitar 2.000 kasus infeksi malware dan virus
dalam sampel yang meliputi "backdoors, hijackers, droppers, bots,
crackers, pencuri password, dan Trojans".
Studi ini juga
menemukan bahwa di antara komputer dengan sistem operasi Windows (OS)
bajakan, 77 % dari fungsi Windows Update telah dinonaktifkan atau
kembali dialihkan ke layanan pihak ketiga. Raksasa software ini
mengatakan PC dengan Windows Update cacat melewati pemeriksaan software
asli dan ditolak patch keamanan penting yang menyebabkan rentan
terhadap serangan cyber berbahaya.
Direktur Legal dan Korporasi Asia Pasifik dan Jepang Microsoft, Jeff
Bullwinkel mengatakan bahwa pembajakan software merupakan awal
kemunculan dari cybercrime. Terlebih software bajakan bisa diperoleh
dengan harga yang jauh lebih murah ketimbang software asli.
Microsoft
menambahkan saat ini memperluas penelitian di Asia Tenggara untuk
meningkatkan ukuran sampel dari PC dan DVD yang berisi perangkat lunak
bajakan. Ia mengharapkan untuk mempublikasikan hasil studi penuh dan
analisis selama kuartal pertama tahun 2013.
Pada pertengahan Mei dilaporan juga oleh Business Software Alliance (BSA) yang mempublikasikan sekitar 63% dari pengguna komputer di Asia-Pasifik mengaku menggunkana software bajakan, di atas rata-rata global 57%. Pembajakan perangkat lunak pada tahun 2011 mengakibatkan kerugian hampir US $ 21 miliar untuk perusahaan perangkat lunak baik itu sistem operasi maupun software berlisensi lainnya.
sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar