Raga dipanggil raja. Dipikirannnya sekarang
jelas penuh tanda tanya, mengapa raja memanggilnya ke istana? Apa ia punya
kesalahan yang dilakukannya tanpa sengaja? Atau malah ada yang memfitnahnya?
Entahlah, tak ada jawaban untuk semua pertanyaan-pertanyaan didalam benaknya.
Yang ia tau hanya dua orang utusan raja, pagi tadi mendatangi rumahnya, dan
memintanya tuk bersiap menuju istana. Karena raja ingin bertemu dengannya.
Seminggu kemarin ibunya baru saja
pergi dari dunia ini, dan hari ini rencananya ia akan melakukan ziarah ke makam
ibunya. Tapi rencana itu rupanya tak bisa diwujudkannya saat ini, dikarenakan raja
memanggilnya. Dan sebagai seorang rakyat biasa, tak ada satupun alasan untuknya
tak memenuhi panggilan raja padanya.
Maka disinilah ia sekarang, diruang
utama dari istana raja. Diruangan yang begitu megah, dengan dinding-dinding
yang ditutupi permadani-permadani berharga mahal. Diterangi oleh lampu kristal
yang ukurannya sangat besar, serta beberapa gadis cantik yang sedari tadi menyuguhkan
minuman padanya. “Apa kau yang bernama Raga?” suara seseorang yang sangat
berwibawa, berat, dan tegas terdengar didalam ruangan itu.
Dari yang tadinya masih duduk, Raga
berdiri cepat. “Benar baginda.” Ucapnya sambil membungkukan badan.
“Silahkan duduk!” raja mempersilahkan
Raga duduk kembali, setelah beliau menempati singgasananya. Keheningan
menyeruak, setelah mereka berdua sama-sama duduk ditempatnya masing-masing.
“Pastinya kau bertanya-tanya apa gerangan yang membuatku memanggilmu kemari,
bukan begitu Raga?” raja memulai pembicaraannya. Sedangkan Raga hanya bisa
menganggukan kepalanya. “Berita tentangmu telah kudengar mengaung diluar
ataupun didalam istana ini.”
“Maaf… berita tentang apa itu
baginda?”
“Tentang
kebaikan hatimu, kesopananmu, keramahanmu, kelakuanmu, atau apapun yang
kau miliki. Semua yang langka baik didalam ataupun diluar istana ini.” Raga
tertegun, kata-kata dari raja barusan, bukan merupakan pujian yang biasa. Mengingat
asal kata-kata itu keluar dari mulut seorang raja. “Maukah kau menjadi anakku
Raga? Aku tau ayahmu adalah prajurit kerajaan yang meninggal dimedan tempur,
dan baru seminggu kemarin ibumu juga menyusul ayahmu. Apakah kau mau menjadi
anakku Raga?”
“Apa alasan baginda mengangkat hamba menjadi
anak baginda?” tanyanya cepat dengan suara yang halus dan pelan, tapi tetap
tegas.
“Karena sikapmu, itu yang pertama dan utama.” Masih
mendengarkan omongan raja, kepala Raga hanya tertunduk melihat lantai. “Dan
karena aku tidak memiliki seorang anak lelaki yang bisa mewarisi kekuasaan,
serta kerajaan ini.” Sejenak raja menarik nafasnya dalam-dalam. “Kau tau aku
butuh penerus, pewaris kerajaan ini. Aku ingin ia adalah seorang lelaki yang
punya laku berbudi, serta hati nurani.”
“Tapi hamba harus menjalankan amanat ibunda
hamba baginda.”
***
Dari kunjungannya keistana Raja,
Raga makin sering jadi buah bibir setiap orang yang ada dinegeri itu. Tak
sedikit orang yang mencibir sikapnya atas penolakan raja, walaupun dukungan
yang besar masih selalu mengintarinya.
Saat ada yang menanyakan mengapa ia
menolak permintaan raja padanya. Raga menjawab, “Aku kasihan pada kambing-kambing
yang jadi amanat ibuku sebelum ia pergi dari dunia ini.”
“Bukannya kalau diistana kau juga
bisa memelihara mereka?” tanya satu orang pada Raga.
“Aku sering dengar, daerah istana
adalah daerah yang bersih. Mereka pastinya tidak akan sudi aku membawa
kambing-kambingku masuk kedalamnya. Lagi pula, kambing-kambing itu lebih senang
hidup bebas diluar seperti ini. Bukan dikurung didalam sebuah bangunan yang luas
tapi tetap berbatas itu.”
“Kau akan menjadi putra mahkota,
mengapa kau harus juga memikirkan kambing-kambing itu? Dengan kekuasaan serta
uang yang ada kau bahkan bisa membeli kambing sebanyak kau mau? Atau
memerintahkan orang tuk mengurusi kambing-kambingmu itu.” Sela orang yang
lainnya.
“Ibuku meminta agar aku merawat
mereka, merawat kambing-kambingku. Bukan orang lain.”
Itulah Raga, sikapnya dan pemikirannya yang
keliatan berbeda jadi santapan nikmat para biang gosip yang ada dinegeri itu.
Tak butuh waktu lama, gosip itu untuk sampai keistana hingga akhirnya sampai
ketelinga sang raja. “Apa ia bilang begitu? Ia menolak tawaranku untuk
menjadikannya putra mahkota hanya karena kambing-kambing peliharaannya?”
Lewat suatu rencana yang sangat terperinci, dan
rahasia. Raja mengutus dua orang bawahannya untuk menghabisi para kambing
kepemilikan Raga, tanpa sepengetahuan Raga, atau siapapun selain mereka bertiga.
Raja tak ingin Raga sampai tau rencana ini, karena beliau masih sangat ingin
Raga mau menerima tawarannya untuk menjadikan Raga menjadi anaknya. Raja tak
tau siapa lagi orang di negerinya yang pantas untuk menerima kehormatan ini
selain Raga.
***
Berdasar pada titah raja,
pesuruh-pesuruhnya mulai menjalankan tugas mereka malam ini. Mereka sengaja masuk
kedalam hutan, lewat cara mengendap-ngendap sepanjang perjalan menuju tempat
tinggal Raga yang letaknya cukup terpencil.
Sampai disebuah bangunan, yang reot
terbuat dari rajutan bambu beratap jerami. Rumah itu lebih cocok dikatakan
gubuk, kalau tak mau dikatakan kandang. “Apa tidak salah ia menolak untuk
tinggal di istana dan jadi putra mahkota hanya karena ingin merawat
kambing-kambingnya digubuk seperti ini?” suara seorang pesuruh raja seperti tak
percaya.
“Itulah mengapa ia begitu istimewa.
Kalau tak penjahat, hanya orang gila saja yang terkenal dinegeri ini.” Sahut
rekannya, masih mengendap-ngendap semakin dekat ke gubuk itu, kerumah Raga.
Mereka masih berjalan sangat tenang,
menuju kesebuah bangunan di sebelah rumah yang ukurannya lebih besar dari pada
rumah Raga. “Itu pasti kandanganya?”
“Apa aku tidak salah liat? Rumah
kambing jauh lebih besar, daripada rumah pemilik kambing?” kembali pesuruh
istana itu terkejut.
“Entahlah.” Balas rekannya nyaris
seperti berbisik.
Langkah mereka berhenti didepan
gubuk itu, perlahan mereka membuka pintu bangunan itu. Dan, “Mbeeeee…
mmmmbbbeeee…” kambing-kambing yang ada didalam sana ribut bukan main. Diluar dugaan mereka,
ternyata didalam sana
ada lebih dari beberapa ekor kambing yang menempatinya. Mungkin puluhan kambing
sedang berada didalam sana.
Takut ketauan, langkah seribu sengaja diambil dua orang pesuruh raja ini.
***
“Apa
kalian bilang?” raja terlihat marah, mendengar laporan dari dua orang
pesuruhnya.
“Benar baginda, kami tidak salah
lihat. Mungkin ada tiga puluh ekor kambing didalam sana.” Ucap salah satu pesuruh ketakutan.
“Iya benar baginda, kami bingung
bagaimana bisa membawa sebegitu banyak kambing dalam semalam. Lagi pula mereka
sangat berisik bila didekati.” Sambung pesuruh yang lainnya mendukung temannya.
“Baiklah kalau begitu akan aku
kerahkan lebih banyak orang.”
Sekarang bukan cuman dua orang yang
masuk malam-malam kedalam hutan. Ada
puluhan orang yang bergerak kearah rumah Raga pada malam ini. Mereka semua akan
menjalankan tugas dari raja, yaitu mengangkut kambing-kambing milik Raga, lalu
memunaskannya. Entah dibikin kambing guling atau disate, pokonya
kambing-kambing itu harus musnah secepatnya. Begitulah titah raja kepada
mereka.
Pagi harinya, sang raja memanggil dua orang
patihnya guna menjemput Raga ke rumahnya. “Sekarang kalian berdua panggil Raga
kemari!” titahnya kepada dua patihnya. Mereka menundukkan kepala, kemudian
membalikan badan untuk pergi keluar dari istana, dalam tugas memanggil Raga.
***
“Baik Raga… saya akan tanyakan tentang tawaranku
padamu yang lalu?”
“Maaf sebelumnya baginda. Saya tidak bisa
menerima titah baginda?”
Muka Raja dirasanya mulai panas, pipinya terasa
lebih panas lagi mendengar perkataan Raga. “Apa alasanmu menolak permintaanku
padamu? Belum pernah ada orang menolak permintaanku sekalipun, kau malah
menolak permintaanku sampai dua kali?”
“Maaf baginda, tapi sebelum meninggal ibunda
memberi amanat kepada saya untuk memelihara dengan baik kambing-kambing
miliknya.”
“Apa masih ada kambingmu?” tanya raja yakin.
“Masih baginda, kalau tidak percaya baginda bisa
tanyakan kepada kedua patih baginda yang tadi menjemput hamba. Karena tadi saat
dua patih baginda menjemput hamba, hamba sedang memberi makan kambing-kambing
hamba.” Kepala Raga menunduk, melihat lantai istana.
“Benar yang dikatakannya patih?” kedua patih
mengangukan kepalanya sebagai jawaban pertanyaan raja. Sontak raja melihat dua
orang pesuruhnya, yang tadi malam ia minta untuk memusnahkan kambing-kambing
milik Raga. Mereka menggelengkan kepalanya, melihat raja yang sedang naik pitam
kearah mereka.
Bandung, 2 Juli 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar